Akhirnya saya menulis tentang ini juga.
Bermula di Rabu, 7 Januari 2009. Saya bangun kesiangan. Seharusnya pukul 7 pagi itu saya sudah berangkat dari kos. Namun, di hari itu, saya terbangun di pukul 9. Akhirnya saya kirim SMS ke Manajer saya, ijin hari itu tidak masuk kantor.
"Trus, gw ngapain hari ini?" Daripada bengong, saya meminta Sylver - teman sekos saya - untuk menemani saya ke dokter kulit. Sudah saatnya jerawat-jerawat ini mendapat penanganan medis, demikian yang terpikir belakangan ini.
Ternyata dokternya baru mulai praktik di pukul 1 siang, padahal kami tiba di klinik itu pukul 11. Sempat memikirkan beberapa ide (jalan ke Detos? Margo?), saya pun mengajak Sylver ke RS Harapan Bunda, Pasar Rebo.
"Ngapain, Kak?"
"Aku mau periksa mata di Eye Center-nya. Soalnya udah beberapa kali mataku panas banget."
Kurang lebih setengah jam kemudian, kami tiba di tujuan. Setelah bertanya, kami pun menuju lantai 3 di mana Jakarta Timur Eye Center berlokasi.
Cepat dan ringkas. Itu kesan pertama yang saya dapatkan di JTEC. Setelah mendaftar, saya tak menunggu lama karena 5 menit kemudian saya didatangi oleh seorang perawat.
Saya kemudian menuju ruang dokter. Waktu ditanya apa keluhan saya, saya menjawab, "Mata saya sering panas, Dok."
"Mulai kapan?"
"Pertama kalinya Januari 2006, Dok."
"Terakhir kapan?"
"Lupa, Dok. Tapi beberapa kali deh, kejadian kayak gitu."
"Biasanya habis apa? Habis nonton? Baca?"
"Kalo yang waktu Januari itu, Dok, abis baca. Tapi kalau yang berikut-berikutnya, saya lupa, Dok." Saya berikan cengiran terbaik saya. :D
Saya lalu dibawa ke sebuah ruang gelap. Di ujung luar kedua mata saya, si perawat menempelkan dua kertas kecil. Menunggu 10 menit, perawat itu kemudian memeriksa kedua kertas yang ditempelkan itu.
Akhirnya ketahuan juga mengapa mata saya beberapa kali terasa panas seperti terbakar. Kadar air mata kanan saya adalah 7, yang kiri adalah 8. Kadar air mata normal adalah 15 di masing-masing mata.
Jadi, saudara-saudara, saya bukan orang yang tidak sensitif. Saya sulit menangis karena air mata saya memang sedikit. :P
Kembali ke ruang dokter itu. Si Dokter lalu memberikan penjelasan ini itu mengenai kekeringan yang melanda mata saya. Oke, itu kalimat hiperbolis, hehehehe ... Sampai kemudian teringat satu hal.
"Dok, saya juga ngerasa makin sensitif sama cahaya, Dok."
"Sensitifnya gimana?"
"Kalau baru keluar dari ruangan, langsung ketemu sinar matahari, mata saya kaget banget, Dok. Butuh berapa lama gitu, untuk terbiasa dengan matahari."
"Itu kalo kamu baru keluar dari ruang gelap?"
"Gak, kok, Dok. Ruang biasa, kok."
"Pernah dapat blitz? Kayak kilat gitu?"
"Iya, Dok, saya pernah ge-er, ngerasa ada yg foto saya diam-diam, Dok. Kirain itu blitz kamera, tapi ternyata gak."
"Ya udah, kita cek itu sekarang. Kamu nanti ditetesin tetes mata yang bakal bikin kamu buram dan silau lihat cahaya selama 6 jam. Tapi kalo ga ditetesin itu, saya ga bisa lihat kondisi mata kamu gimana."
Saya dibawa lagi ke ruang gelap itu. Diberi tetes mata yang memperbesar bulatan kecil di tengah orang-orangan mata. Jangan tanyakan apa gunanya karena saya hanya seorang pasien. :D
Si Dokter kemudian memeriksa mata saya. Dan menemukan ada crack di kedua retina saya. Untuk memastikan kondisi sebenar dan tindak lanjutnya, saya kemudian dirujuk ke dokter lainnya.
Di dokter kedua itu, saya kemudian mengetahui kalau retina kiri sudah robek di beberapa bagian, tetapi tidak separah yang kanan. Yang dikhawatirkan adalah kalau robeknya sudah sampai bagian tengah retina. Itu adalah kebutaan. Dan untuk membuatnya robek, mata tidak butuh trauma atau insiden mendadak. Retina bisa robek tanpa tedeng aling-aling.
Akhirnya diputuskan mata saya harus dilaser untuk mencegah kerobekan yang lebih gawat. Saya dijadwalkan menjalani laser di hari Senin, 12 Januari 2009, pukul 17.00
Senin sore, menjelang pukul 5 sore, saya tiba di JTEC bersama dengan Reni, teman sekos saya yang lain. Di sana sudah menunggu Mamatua saya. Mata saya kemudian di"tensi", kemudian ditetesi obat yang sama - obat yang membuat kedua mata saya buram selama 6 jam ke depan.
Butuh satu jam bagi tetes mata itu untuk menunjukkan reaksinya. Nah, sejam kemudian, saya kemudian dibawa ke ruang laser. Di sana sudah menunggu si Dokter Kedua itu. Hmm ... mungkin selanjutnya saya akan menyebutnya dr. Rita. :D
Laser mata pun dimulai, dimulai dari mata kanan. Tegang. Deg-degan. Menahan sakit saat tembakan laser itu mengenai saraf tertentu. Selesai. Butuh sekitar 20 menit untuk mata kanan saja.
Kemudian dilanjutkan dengan mata kiri. Tapi waktunya lebih singkat, hanya kurang lebih 10 menit. Total 666 tembakan laser untuk mata kanan dan 508 untuk mata kiri. Fiuh!
Selesai mengurus ini-itu, saya kemudian diantar pulang ke kos oleh Tulang dan Nantulang saya (yang datang pada saat saya berada di ruang gelap). Mereka khawatir bila saya naik angkot dengan kondisi mata masih sangat rabun dan peka cahaya begitu.
Sesampainya di kos, saya tidur. Malam itu saya tidur total 12 jam, karena besok paginya pun saya baru terbangun di pukul 10. Selasa itu, saya ijin masuk terlambat.
Hmm ... seandainya di Rabu itu saya memutuskan untuk bermain ke Detos atau Margo. *sigh*
And I thank God for that.
6 comments:
Untuk kutubuku, mata emang penting bgt. Temen gw yg buka toko pakaian, baru mau pk kacamata kalo mo ngitung duit :D
Gw suka minum jus wortel. Dulu kakak di rumah suka bikin krn dia berkacamata. Tapi kalo makan wortel langsung sih oke juga, tp agak membosankan :) Jadi solusinya biar suka makan wortel, dibikinin jusss
moga mata kamu lebih CLING CLONG :)
Dulu gw ga suka wortel! Dan segala bentuk sayuran!
Tapi, udah kena batunya ... Udah ada ancaman pasti .... baru deh, makan wortel. :))
Thanks ya, Son. :)
Apa dokter tidak bilang hasil diagnosis penyakit mata yang menimpa? Penyebabnya, pilihan terapi atau beberapa pantangan yang mungkin ada? Tapi baguslah kalau sudah lewat. Masih bisa ngeblog kan?! :D
Iya, masih bisa ngeblog, kok. :D
Retina merobek kan hasil penyiksaan mata selama bertahun-tahun, hehehee .... Baca di cahaya yang kurang memadai, berkomputer ria sampe lupa waktu, kurang istirahat, juga nutrisi yang kurang.
So, pantangannya sih standar2 aja, sama jgn angkat barang berat dulu, soalnya itu bakal kasih tekanan ke otot mata.
Anyway, thanks ya Himawan. :)
Gimana hasilnya apakah bisa sembuh total? apakah laser mata aman bagi penderita rabun jauh dengan usia diatas 45th?
@ The Eye
Sampai sekarang, saya tak lagi punya keluhan berarti.
Kalau ttg utk usia 45thn itu, saya tak bisa jawab. Saya rekomendasikan berkonsultasi ke dokter spesialis mata. :)
Post a Comment