Saya pernah sakit hati oleh komentar yang menyinggung suku dan agama saya. Komentar itu dipublikasikan oleh mantan teman blogger di status facebooknya, seorang teman yang saya kira punya pemikiran yang luas dan bijak, namun dirusak oleh status yang dibuatnya saat ia sedang lelah. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Karena ia kemudian tidak berniat merevisi atau menghapus statusnya itu, setelah saya minta dengan baik-baik, saya kemudian menghapusnya dari friend list di facebook dan blog roll di blogspot ini.
Bila ia merasa saya sakit hati karena ia yang berbeda agama dan suku dengan saya menulis status seperti itu, dia salah. Bilapun orang yang bersuku dan agama yang sama dengan saya yang melakukannya, saya juga akan sakit hati. Saya sakit hati karena saya-lah yang menentukan apakah saya tersinggung atau tidak. Saya sebagai orang yang memiliki suku dan agama itu. Makanya, saya yakin saya akan lebih sakit hati lagi bila orang yang memiliki suku dan agama yang sama dengan saya yang membuat status seperti.
Saat saya membaca statusnya itu, saya tidak sedang merasa lelah atau mood saya buruk. Hari itu, hidup saya indah bagai pelangi. Status facebook-nyalah yang merusak hari saya. Dan sebelum saya berkomentar di statusnya itu, saya bertanya dulu kepada teman-teman yang beragama dan bersuku sama dengan saya, untuk memastikan apakah saya lumrah atau tidak bila merasa tersinggung.
Kenapa sih, saya sakit hati? Karena dia menyinggung dua identitas paling penting dalam hidup saya, identitas yang saya pertahankan setelah melewati berbagai pergumulan dan pencarian jati diri agar dua identitas tersebut bukan hanya sebagai kumpulan huruf di KTP saya.
Saya tidak menghargai perbedaan yang ada karena saya merasa sakit hati? Sebentar, saya coba buat statistik saya. Cek, cek, cek. Saya selalu berada di komunitas multi-suku dan multi-agama. Kami hidup dengan damai sejahtera dan toleran karena mereka adalah orang-orang yang juga menghargai saya dan saya pun menghargai mereka. Masih berani mengatakan saya tidak menghargai perbedaan?
Saya selalu berpendapat, karakter seseorang yang sesungguhnya terlihat jelas pada saat ia sedang sendirian atau sedang marah. Saya tidak mau terjadi kali kedua, makanya saya menghapusnya, mumpung hanya ada satu kesan buruk. Mumpung saya masih bisa mengingat pemikiran-pemikiran baik dari mantan teman itu. Mumpung saya masih bisa berpendapat kalau dia lupa ada saya di antara sekian ribu friend list di facebook-nya.
モナでした。
1 comment:
malah itu hal yg amat sangat wajar ka, apalagi menyinggung agama dan suku...semangat ka :)
Post a Comment