5.04.2009

Mas? Pak? Om? "Aarrgghh!!"

"Hai Adek. Adek mau kue?" Tanyaku pada anak kecil yang memandang ke arahku sambil berdiri di pangkuan Ibunya. Saat itu, saya yang duduk di belakang kursi Ibunya memang sedang memegang sebuah kue.

"Gak usah, Om. Makasih, Om." Sambil menyelesaikan kalimatnya, si Ibu membalikkan badannya ke belakang. Saya terdiam mendengar jawaban itu. Si Ibu memandang ke arah saya. Saya menunggu, apakah beliau menyadari kesalahannya. Lalu, "Adek, jangan ganggu Om-nya, ya. Om-nya lagi sibuk pegang kamera."

GUBRAK!!

Dan itu bukan kali pertama saya disalahduga sebagai lelaki.

Pengalaman pertama itu di tahun 2002, di Matahari Dept. Store yang dulu ada di Depok Mall. Saat itu, customer service-nya meminta KTP saya karena saya mendaftar untuk mendapatkan Matahari Club Card.

"Mas, saya bisa minta KTP-nya?"

WHAT??

Saya berikan KTP saya dengan bagian depan menghadap ke atas.

"Saya pegang dulu KTP-nya, Mas."

WHAT??

Lalu dia melihat bagian belakang KTP saya, dan, "Aduh, maaf, ya, Mba. Ternyata Mba, ya."

Kali itu, saya dan teman saya tertawa. Saya pikir itu lumrah, karena rambut saya masih sangat pendek. Maklum, sisa-sisa pendidikan semi-militer dari zaman SMA.

Kali kedua, tahun 2005, di dalam KRL Ekonomi menuju Tebet. Saat itu, saya dan kakak kos saya berdiri berhadapan dengan kondisi kereta tidak terlalu padat. Seperti biasa, para pedagang bersilewaran, salah satunya adalah si bapak pedagang pulpen ini.

"Mas, pulpennya, Mas." Dia menyodorkan dagangannya ke arah wajah saya. Saya menggelengkan kepala.

"Serebu, Mas. Serebu." Di titik ini, kakak sekos saya tertawa.

Saya dipanggil Mas! Lagi!

Bapak pedagang itu pergi tanpa merasa sudah menyalahdugai saya.

Dan kejadian ketiga berlangsung hanya setengah jam setelahnya.

Turun di stasiun Tebet, saya melanjutkan perjalanan dengan Metromini 52. Saya duduk di kursi dekat pintu depan, merapat ke dinding, dan tempat duduk sebelah kanan saya kosong. Persis sebelum Metromini berangkat, seorang perempuan naik dan duduk di sebelah kanan saya itu.

Dalam perjalanan, saya menyadari kalau perempuan itu selalu memperhatikan saya. Merasa jengah juga, dan mulai berpikir yang tidak-tidak. Lalu, tanpa tedeng aling-aling, dia bertanya, "Mas, bukannya itu jepit rambut cewek, ya?"

Ya, saat itu saya memang memakai jepit rambut feminin. Mungkin si Bapak pedagang tadi tidak memperhatikan jepit rambut itu. Tapi, si Mba yang ini, sebegitu besarkah rasa penasarannya?

Aarrgghh!! Dipanggil Mas lagi!! Bahkan disangka punya keanehan karena memakai jepit rambut perempuan!

Dua tahun kemudian, datanglah si kejadian keempat.

Kejadian pertama hingga ketiga bisa saya anggap lumrah karena cara berpakaian saya yang memang tomboy. Tapi, di kejadian keempat ini, saya harus mencari alasan lain.

Dengan berpakaian feminin karena akan bertemu klien, - memang tidak dengan rok - saya menghentikan taksi di depan kantor saya. Saya buka pintu. Saat saya hendak duduk, si Bapak Supir menyapa saya, "Selamat Pagi, Pak."

PAK??

Dalam hati, "Oke, tenangkan diri. Mungkin beliau hanya salah ucap. Saya 'kan sudah dandan begini."

"Pagi, Pak. Kita ke BCA Slipi, ya, Pak." Saya berharap dia bisa menyadari salah duganya itu.
"BCA Slipi, ya, Pak? Mau lewat mana, Pak?"

WHAT?? PAK?? LAGI!!

Untungnya di saat turun, beliau menyebut saya, "Ibu."

Kejadian kelima, dan semoga Diurno belum bosan, terjadi di KRL Ekonomi. Dalam keadaan berdiri agak berdesakan, si Mas pedagang koran lewat dan memegang bahu saya sambil berkata, "Maju dikit, Mas. Saya mau lewat."

HEH??

Satu setengah tahun kemudian, saya dipanggil "Om."

Hahahaaa ....

It’s just a simple lesson of live. Be careful what you wish for. To realize that I once wished being born as a man, I shouldn't be upset with those mistaken-as-a-man experiences, should I?

Hehehee ….

7 comments:

Himawan Pridityo said...

Saya tidak tahu harus nulis apa, tapi kalau yang terjadi seperti itu kayaknya harus make over deh.
:D

alwaysalia said...

hahaha itu jg terjadi pada saya: speechless :p
tapi toh himawan akhirnya berhasil mengucapkan sesuatu (komen). selamat dah :D

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Anonymous said...

saya ga ikutan manggil om ato mas ko.. bener deh! suer! sumpah!
saya cuma biasa manggil "hyung" ato "oppa".. =p
piss!

nocturnal-Mona said...

@ Himawan
Bahkan Himawan, yg belum pernah liat gw, menyarankan untuk make over. :D

@ Alia
Oh, ya, Al? Dipanggil apa?

@Mper
Pasti ini kamu! Hahahaa ....
Double comments, jadi Kakaknya apus satu, ya ....

alwaysalia said...

itu jg terjadi pada saya: speechless --> maksudnya, spt himawan, gw jg gak tau harus nulis apa.

gituu...

niken said...

hwahahahaha..gw ga pernah berenti ngakak kalo denger cerita lo yang 1 ini, mon..lebih baik lo pake gincu deh,yang merahhhh :d