11.10.2008

"Kenapa Semuanya Harus Seimbang?"

Seorang kenalan baru di goodreads bertanya, "Kenapa semuanya harus seimbang?".

Pertanyaan itu bertahan di kepala saya selama akhir pekan ini. Itu adalah pertanyaan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Keseimbangan. Apakah itu arti lain dari keadilan? Mencoba membedakan keduanya, saya teringat permainan jungkat-jungkit.

Ada saat di mana si A ada di atas sedangkan si B menjadi pemberat di seberang sana. Keadilan adalah saat si B yang ada di atas dan tugas pemberat ada di badan si A.

Keseimbangan adalah momen di mana tak ada yang di atas maupun di bawah. Jungkat-jungkit itu berada dalam posisi mendatar. Keseimbangan adalah saat di mana si A tidak merasa B memiliki sesuatu yang seharusnya bisa dimilikinya. Keseimbangan adalah saat di mana si B tidak ingin si A mengalami kekurangan yang dialaminya.

Tetapi, sampai baris ini pun saya belum mampu menjawab "Kenapa semuanya harus seimbang?".

Dalam kedangkalan pikiran saya, keseimbangan adalah bagian dari dunia yang utopis. Dan sama seperti konsep utopia, keseimbangan bisa menjadi membahayakan ("Keseimbangan itu bukan keadilan!") tetapi menjadi sebuah imajinasi yang memberi harapan bagi masa depan yang lebih baik.

Keseimbangan, sama seperti dunia yang utopis, juga bisa menjadi sebuah kemungkinan yang tidak mungkin direalisasikan. Sama seperti dua orang anak yang bermain jungkat-jungkit, mereka punya "kekangan waktu untuk bermain", "rasa lelah sebagai manusia", bahkan "mortalitas jungkat-jungkit itu". Tetapi saya punya keyakinan kalau manusia bisa "membangun jungkat-jungkit baru", "menyediakan waktu untuk bermain jungkat-jungkit", dan "tidak mempedulikan rasa lelahnya".

Memikirkan dan mencoba menahan diri agar tidak membaca apapun yang pernah ditulis orang lain tentang konsep keseimbangan, saya memutuskan untuk tidak lagi bertanya kenapa semuanya harus seimbang. Mungkin saya bisa mencoba beropini dengan mengatakan, "Karena itu yang diinginkan oleh banyak orang.", "Karena keadilan juga selamanya tidak adil bagi kompleksitas manusia.", atau "Karena manusia harus dihindarkan dari keinginan untuk menukarkan penderitaannya dengan kesenangan sesamanya." Tetapi saya tidak akan menjawab itu (walau saya sudah menulisnya di sini).

Bagi saya, keseimbangan adalah tujuan, bukan alasan untuk melakukan hal-hal selanjutnya.

Sama seperti balasan saya kepada kenalan baru saya itu.

Kenapa harus seimbang, ya? I'll take time to think about it. Biar jawaban saya ga keliatan bodoh. :P

Tapi saya jadi terpikir begini. Kenapa karma ada? Karena dunia berharap ada keseimbangan. Kenapa ada konsep surga-neraka, baik-buruk? Karena keseimbangan.

Alasan yang sama kenapa ada dikotomi hitam-putih. Tetapi ada banyak orang yang memilih untuk jadi "abu-abu".

Jadi, sekarang saya bertanya, "Bagaimana caranya untuk meraih titik yang seimbang itu?"


Kredit foto: www.indonetwork.co.id

7 comments:

sonny said...

bingung u komen krn bingung muara tulisan ini kemana?

apa soal hitam-putih modernism? yg berakar dr newtonian-cartesian yg membagi dunia scr binary (0 dan 1) yg scr pongah dipertontonkan Bush: r u with us? or with terrorists? no middle ground

dlm dunia pemikiran sbg sebuah dunia utopia, saya mungkin memilih sbg pemikir yg dinamis, bergerak diantara pilihan-pilihan, ber-gradasi, memilih fuzzy logic ktmbng binary logic.

Dalam dunia empiris, saya menganggap semua opsi berada dlm kontinum yg sama. Dari ujung jungkatjangkit yg satu ke jungkat jangkit yg lain. Keadilan tdk selalu berada persis di tengah-tengah, krn dg demikian permainan ini akan membosankan.

Dg demikian konsep keadilan berada dlm sebentuk relativitas. Akan ttp spt pernah diutarakan Alia, selalu ada titik general dimana semua org sepakat ttg satu hal, mungkin bukan sebuah konsensus, tp semacam common sense yg kita pahami bersama.

Ketika Amerika mmilih presiden, common sense nya tentu Obama msk politik Amerika terkadang suka bermain di pintu belakang :)

nocturnal-Mona said...

Untuk kali ini, muaranya ga ada. Anggap aja seperti sebuah lingkaran setan, tak ada akhirnya. Ini memang tulisan paling absurd yg pernah saya tulis. :D

"Keadilan tdk selalu berada persis di tengah-tengah ...", karena memang keadilan itu bukan keseimbangan. :D

Saya tidak setuju bila keadilan dan common sense ada dalam satu kalimat. Common sense ataupun konsensus adalah urusan kehidupan sosial, jadi basis untuk social judgment. Keadilan adalah keadilan, tidak ada common sense konsensus di dalamnya.

Hmm ... Sonny memang melihatnya dengan skop yg lebih luas dan dengan dukungan referensi yang jauh lebih banyak dari saya. Jelas saja, apapun yg saya tulis di sini tidak akan dapat dibandingkan dengan pemikiran Sonny. :D

Bambang Suprapto said...

Bagaimana caranya untuk meraih titik yang seimbang itu?

satu-satunya jawaban yang bisa gw berikan:

tetaplah manusiawi. karena manusia diciptakan memang untuk menciptakan keseimbangan di alam semesta. dengan tetap menjadi manusia yang manusiawi artinya lo menjaga keseimbangan itu.

hidup bukan cuma soal lo atow segelintir orang yang mendambakan soal 'keseimbangan'. tapi hidup adalah masalah universal. lo ga bisa hanya berpikir tentang keseimbangan dalam hidup lo. melainkan berpikir bagaimana hidup lo bisa memberikan keseimbangan bagi hidup orang lain atow mahluk lain.

itulah kenapa Tuhan menciptakan manusia berpasang2an. karena keseimbangan tidak bisa kita ciptakan dengan seorang diri.

mules kan lo bacanya, Mon? hahahahahaha.....)

Bambang Suprapto said...

btw, blog gw dah aktif lagi tuh...

sipejalankaki.blogspot.com

sonny said...

Mona benar.
Keadilan tdk bs dsamakn dg common sense. Keadilan sll bermuara pd urusan legal formal. Common sense k social, interpersonal.

Aku dr dulu mmg tdk tertarik dg perkara hukum2 legal formal. Spt politik, ia hny mmbuat kseluruhn tradisi intelektual pribadiku macet. Jd aku sisihkan u smntr hukum+politik biar bs jd pemikir bebas. Now i back to politic! Legal form? No way back kayaknya.. :D

Overall, plz dont judge me as higher than you. World is flat. I hope u dont have inferiority complex upon anyone. That's one of biggest problems of our nation, a part of 3rd world.

watchsons said...

Horas kakak

nocturnal-Mona said...

Horas, Dek.

Akhirnya ada juga jejakmu di sini. :)